Kupang, newsline.id | 2 Mei 2025 – Di tengah meningkatnya kebutuhan ekonomi dan maraknya tawaran kerja sampingan, mahasiswa kini dihadapkan pada ancaman baru: penipuan digital bermodus jasa sewa akun WhatsApp. Modus ini semakin menyebar luas lewat iklan berbayar (Facebook Pro Sponsored) yang tampil profesional, meyakinkan, dan menyasar langsung ke target potensial: kalangan mahasiswa.
Iklan-iklan tersebut biasanya menawarkan bayaran sebesar Rp50.000 ribu untuk penyewaan akun WhatsApp selama 24 jam. Dalam narasinya, pelaku mengklaim bahwa akun hanya akan digunakan untuk “kebutuhan bisnis legal” seperti promosi atau afiliasi, tanpa risiko apa pun. Beberapa iklan bahkan menyertakan testimoni palsu, logo bisnis palsu, dan format komunikasi ala perusahaan, sehingga tampak sah dan menarik.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Bagi mahasiswa yang sedang mencari penghasilan tambahan, tawaran ini tampak menggiurkan. Tanpa perlu kerja berat, hanya cukup memberikan kode OTP yang dikirim ke nomor mereka, dan uang diklaim akan langsung ditransfer dalam hitungan jam.
Namun, itulah jebakannya.
Begitu korban menyerahkan kode OTP, akun WhatsApp langsung berpindah tangan. Korban tak lagi bisa mengakses akunnya, dan tak lama kemudian, nomor tersebut digunakan untuk menyebarkan pesan-pesan penipuan ke seluruh kontak, termasuk promosi investasi palsu, pinjaman cepat, atau link berbahaya yang bisa mencuri data pengguna lain.
Lebih berbahaya lagi, identitas pribadi korban ikut terancam. Dalam banyak kasus, pelaku juga mencoba mengakses data penting lain seperti email, aplikasi keuangan, hingga akun media sosial lain yang terhubung dengan nomor tersebut.
Target Baru: Mahasiswa dan Pelajar
Pelaku secara sadar menargetkan mahasiswa karena dianggap lebih mudah tergiur iming-iming uang cepat dan kurang berpengalaman dalam mengenali ancaman digital. Mereka memanfaatkan ketidaktahuan pengguna soal keamanan data dan celah-celah kecil seperti OTP, yang selama ini sering dianggap sepele.
Iklan-iklan berbayar yang mereka pasang di Facebook bahkan dirancang khusus agar lolos dari kecurigaan. Dengan visual profesional dan narasi santai, banyak pengguna tidak sadar bahwa yang mereka hadapi bukan bisnis legal, melainkan skema kejahatan siber yang terorganisir.
Bahaya yang Mengintai
Mahasiswa yang menjadi korban tidak hanya kehilangan akun. Dalam beberapa kasus, korban bisa terlibat secara tidak langsung dalam tindakan melawan hukum jika akun miliknya digunakan untuk aktivitas ilegal. Risiko reputasi, tekanan psikologis, hingga ancaman pidana bisa saja muncul di kemudian hari.
Penting untuk diingat bahwa menyerahkan OTP berarti memberikan kunci rumah digital. Tidak ada perusahaan resmi mana pun yang akan meminta kode verifikasi sebagai syarat kerja atau kerjasama.
Edukasi Digital Jadi Benteng Terakhir
Di tengah cepatnya penyebaran informasi palsu dan iklan menyesatkan, edukasi digital menjadi benteng terakhir bagi mahasiswa. Memahami dasar keamanan digital seperti tidak membagikan OTP, mengaktifkan verifikasi dua langkah, dan memverifikasi keaslian tawaran kerja adalah langkah penting yang tidak bisa ditawar.
Mahasiswa juga disarankan untuk selalu mengecek legalitas penawaran yang diterima, terutama jika ditemukan lewat iklan media sosial. Tawaran yang terdengar terlalu mudah dan menjanjikan uang dalam waktu singkat patut dicurigai sejak awal.
Penutup: Jangan Jadi Korban Berikutnya
Perkembangan teknologi digital membawa banyak manfaat, tetapi juga membuka pintu bagi berbagai bentuk kejahatan baru. Mahasiswa sebagai generasi digital harus waspada dan tidak terlena oleh tawaran semu. Jaga data pribadi, pertahankan kendali atas akun digital, dan pastikan setiap langkah di dunia maya diiringi dengan kesadaran dan kehati-hatian.
Jangan sampai keinginan untuk mendapatkan uang cepat justru mengorbankan identitas, privasi, dan masa depanmu. Lebih baik berhati-hati sekarang, daripada menyesal kemudian.***
Penulis: DJOHANES